Β 

Β 

Ditulis oleh Mutia on . Dilihat: 18300

PEMERIKSAAN SETEMPAT DI PENGADILAN AGAMA

Oleh. Dr. Drs. H. Dalih Effendy, SH. MESy.[1]

PENDAHULUAN

Pada umumnya, Hakim di dalam memeriksa perkara yang di dalamnya terdapat harta, seperti perkara warisan, harta bersama, ekonomi syari’ah dan sebagainya perlu melakukan sidang pemeriksaan setempat. Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) dilakukan oleh Majlis Hakim setelah pemeriksaan perkara telah sampai pada tahap pembuktian, bisa dilakukan dalam bentuk majlis ataupun hakim tunggal dengan dibantu oleh seorang panitera pengganti. Dengan dilakukan sidang pemeriksaan setempat diharapkan objek sengketa memiliki kejelasan tentang letak, luas, batas-batas dan kondisi lainnya atas objek tersebut. Di dalam praktek penerapan pemeriksaan setempat bagi para Hakim di Pengadilan Agama masih banyak terdapat perbedaan antara lain: Siapa saja yang harus melaksanakan pemeriksaan setempat? Apakah Pemeriksaan setempat harus didahulukan dengan Putusan Sela ? Siapa yang harus membayar biaya pemeriksaan setempat ? dan bagaimana penggunaan hasil pemeriksaan setempat dalam pengambilan putusan ?. Tulisan ini mencoba untuk memberi penjelasan seputar sidang pemeriksaan setempat atau descente.

Di dalam pemeriksaan perkara secara elektronik, pemeriksaan setempat tetap dapat dilakukan sesuai hukum acara yang berlaku. Perma Nomor 1 Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan Perma Nomor 7 Tahun 2022 tidak mengatur secara khusus mengenai sidang pemeriksaan setempat, namun di dalam SK KMA Nomor 363/KMA/SK/XII/2022 tentang petunjuk teknis administrasi dan persidangan perkara perdata agama di pengadilan secara elektronik diatur dalam poin C Persidangan, angka 5 Pembuktian, disebutkan bahwa jika suatu perkara diperlukan pemeriksaan setempat, pemeriksaan itu dilakukan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Berita acara pemeriksaan setempat wajib diunggah ke dalam SIP oleh Panitera Sidang. Hal ini menunjukkan pemeriksaan setempat dilaksanakan sama seperti persidangan biasa, yaitu dengan melakukan persidangan pemeriksaan setempat di lokasi objek sengketa secara langsung.  

PEMBAHASAN

  1. 1.Pengertian Pemeriksaan Setempat

Pemeriksaan Setempat (descente) atau dalam bahasa Belanda disebut Gerechtelijke Plaatsopneming ialah pemeriksaan mengenai perkara oleh Hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung tempat kedudukan pengadilan, agar Hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang menjadi sengketa.[2] Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa pada dasarnya pemeriksaan setempat itu adalah pemeriksaan perkara dalam persidangan, namun demikian pemeriksaan perkara tersebut dilaksanakan di luar gedung Pengadilan di tempat objek sengketa itu berada. Pada umumnya yang diperiksa adalah objek berupa tanah, bangunan, kendaraan, dan sebagainya, yang disengketakan dalam suatu perkara.

  1. 2.Tujuan Pemeriksaan setempat

Pemeriksaan setempat (PS) di dalam suatu pemeriksaan perkara memiliki tujuan adalah :

  1. Untuk mengetahui dengan jelas dan pasti tentang objek sengketa dari letak, luas, batas-batas serta dari kualitas dan kuantitas objek dimaksud.
  2. Untuk mencocokan bukti yang tertulis di persidangan dengan kondisi senyataya (byektif) di mana objek sengketa tersebut berada.
  3. Untuk menghindari kesulitan ketika mengeksekusi objek sengketa, jangan sampai dinyatakan non executable/tidak dapat dieksekusi.
  1. 3.Dasar Hukum Pemeriksaan Setempat
    1. Jika dianggap dan berguna, maka Ketua dapat mengangkat seorang atau dua orang komisaris dari pada Pengadilan itu, yang dengan bantuan Panitera akan memeriksa sesuatu keadaan setempat, sehingga dapat menjadi keterangan kepada Hakim.
    2. Tentang pekerjaan dan hasilnya dibuat oleh Panitera surat berita acara atau relaas yang ditandatangani oleh Komisaris dan Panitera itu.
    3. Jika tempat yang akan diperiksa itu terletak di luar daerah hukum tempat kedudukan Pengadilan itu, maka Ketua dapat minta kepada Pemerintah setempat supaya melakukan atau menyuruh melakukan pemeriksaan itu dan mengirimkan dengan selekas-lekasnya berita acara pemeriksaan itu.
    4. Jika Hakim atas permintaan para pihak atau karena jabatan memandang perlu, maka dengan surat putusan dapat diperintahkan agar seorang atau lebih para anggota yang duduk dalam majelis, disertai oleh Panitera, datang di tempat yang harus diperiksa untuk menilai keadaan setempat dan membuat akta pendapatnya, baik dilakukan sendiri maupun dengan dibantu oleh ahli-ahli.
    5. Dengan cara dan maksud yang sama dapat diperintahkan dengan suatu putusan, penyaksian benda-benda bergerakyang tidak dapat atau sukar untuk diajukan ke depan sidang pengadilan.
    6. Putusan itu menentukan waktu pemeriksaan di tempat atau waktu dan tempat peninjauan, tenggang waktu, bilamana berita acara seperti tersebut dalam Pasal 212 Rv. harus disediakan di Kepaniteraan, dan menentukan waktu dilakukannya persidangan bagi para pihak untuk melanjutkan perkaranya.
  1. Pasal 153 HIR / 180 R.Bg.
  1. Surat Edaran Mahkamah Agung RI. Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat disebutkan di dalam konsederannya bahwa banyak perkara-perkara perdata yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap, tetapi tidak dapat dieksekusi (non executable) karena objek sengketa misalnya sawah / tanah tidak jelas letak, luas dan batas-batasnya. Oleh karena itu majlis hakim yang menangani perkara dianjurkan untuk mengadakan sidang pemeriksaan setempat (PS).
  2. Pasal 211 RV :
  1. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Setempat

Pemeriksaan setempat diatur di dalam Hukum Acara Perdata, pada pasal 180 Rbg, hal mana pengaturan tersebut ketika pemeriksaan perkara sudah masuk pada tahap pembuktian, artinya dimulainya pelaksanaan pemeriksaan setempat adalah setelah tahapan pemeriksaan alat alat bukti sebelum musyawarah majlis hakim untuk mengambil keputusan. Pemeriksaan setempat merupakan sidang tahap pembuktian yang dilakukan di luar gedung pengadilan, oleh karena itu dalam pemeriksaan setempat bisa diperiksa bukti surat, bukti saksi dan bukti lainnya yang bisa dicocokkan langsung dengan objek yang diperiksa. Apa bila dipandang perlu, pada saat sidang pemeriksaan setempat disertakan pula dengan pengukuran oleh petugas resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Surat hasil pengukuran tersebut menjadi bukti otentik mengenai luas dan batas batas objek yang diperiksa.

  1. Pelaksanaan Pemeriksaan Setempat
  1. Latar Belakang dilaksanakan Pemeriksaan Setempat yaitu karena :
    1. Kemauan Hakim, Hakim secara ex officio karena jabatannya menetapkan dilaksanakan pemeriksaan setempat, apabila hal itu dianggapnya penting bagi Hakim untuk mengetahui secara pasti objek sengketa, dengan demikian tidak semua sengketa objeknya harus diadakan pemeriksaan setempat, misalnya objek sengketa yang mudah dihadirkan di ruang persidangan, akan tetapi jika objek sengketa berupa benda yang tidak bergerak seperti tanah / sawah/ almari, maka wajib dilaksanakan pemeriksaan setempat sebagaimana diamanatkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI. Nomor 7 Tahun 2001.
    2. Hakim pada pemeriksaan tingkat banding dan Hakim Agung pada pemeriksaan Kasasi, Hakim mengambil inisiatif sendiri melaksanakan pemeriksaan setempat walaupun tidak ada permintaan para pihak, misalnya dalam pemeriksaan tingkat banding / kasasi dimana Hakim memandang bahwa Majelis Hakim pertama perlu diperintahkan untuk membuka kembali persidangan dalam perkara tersebut dan selanjunya melaksanakan pemeriksaan setempat dan hasilnya berupa Berita Acara hasil pemeriksaan setempat dikirimkan kepada Majelis Hakim Tingkat Banding/kasasi (YAHYA Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika,Jakarta, hal 782).
    3. Atas permintaan para pihak, para pihak yang berperkara dapat meminta Majelis Hakim untuk mengadakan pemeriksaan setempat atas objek sengketa hal ini tertuang dalam Pasal 211 ayat (1) R.V. Misalnya seorang isteri menggugat Harta Bersama (HB) terhadap suaminya, dalam gugatannya isteri tidak dapat menyebutkan letak dan batas-batasnya sebab suami ketika membeli tanah tersebut tidak pernah memberitahu isterinya.
  2. Kehadiran para pihak dalam pemeriksaan setempat.

Pemeriksaan setempat pada hakekatnya sidang resmi pengadilan, yang tempat persidangannya dipindahkan dari gedung ruang sidang pengadilan ketempat/ lokasi benda yang menjadi objek sengketa. Pihak Penggugat maupun pihak Tergugat wajib menghadiri sidang, oleh karena itu Pemeriksaan Setempat (PS) Penggugat dan Tergugat harus dipanggil/diperintahkan hadir, kecuali setelah dipanggil/ diperintahkan tidak hadir maka pemeriksaan setempat tetap dapat dilaksanakan. Objek sengketa yang dapat dilaksanakan pemeriksaan setempat sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR dan Pasal 180 R.Bg. tidak menyebutkan benda yang dilaksanakan pemeriksaan setempat apakah benda bergerak atau benda yang tidak bergerak, sedangkan menurut Pasal 211 ayat (2) RV. pemeriksaan setempat dapat dilaksanakan terhadap benda yang bergerak tetapi sulit dibawa ke ruang sidang, menurut Surat Edaran Mahkamah Agung RI. No.7 Tahun 2001 pemeriksaan setempat dikhususkan kepada benda tetap saja, tujuannya agar tidak kesulitan ketika benda tersebut akan dieksekusi. Jika beberapa ketentuan tersebut dipahami secara cermat, bahwa pemeriksaan setempat itu dilaksanakan untuk memeriksa benda tidak bergerak dan benda bergerak tetapi yang sulit untuk dibawa ke persidangan.

  1. Tata cara Pelaksanaan pemeriksaan setempat:

Pemeriksaan setempat dapat dilaksanakan dengan berbagai macam :

  1. Sidang dibuka di ruang sidang Pengadilan, kemudian dilanjutkan menuju lokasi objek sengketa.
  2. Sidang pemeriksaan setempat dibuka terlebih dahulu di Kantor Lurah/ Kepala Desa, kemudian dilanjutkan menuju lokasi objek sengketa.
  3. Sidang pemeriksaan setempat dibuka langsung di tempat dimana objek sengketa.
  4. Perlu tidaknya Putusan Sela dalam pelaksanaan pemeriksaan setempat:

Dalam hal ini terjadi perbedaan antara Majelis Hakim satu dengan Majelis Hakim yang lain, antara Pengadilan yang satu dengan Pengadilan yang lain. Satu pihak berpendapat pelaksanaan pemeriksaan setempat harus didahului dengan Putusan Sela, sedangkan pihak yang lain tidak perlu Putusan Sela. Ada juga pendapat lain yang menyatakan[3] Jika Pemeriksaan setempat, dilaksanakan oleh Majelis Hakim secara lengkap, maka pemeriksaan setempat tidak perlu didahului dengan Putusan Sela, karena hakekat pemeriksaan setempat sama dengan persidangan Majelis Hakim, hanya memindahkan tempat sidang dari ruang sidang gedung pengadilan dipindahkan ke tempat objek sengketa berada. Sedangkan kalau pemeriksaan setempat itu dilaksanakan dengan menugaskan seorang atau dua orang Hakim anggota yang dibantu oleh Panitera, maka pemeriksaan setempat harus didahului dengan Putusan Sela yang intinya dalam Putusan Sela itu menugaskan seorang atau dua orang Hakim dan seorang Panitera/Panitera Pengganti untuk melaksanakan pemeriksaan setempat. Menurut Yahya Harahap, pemeriksaan setempat oleh Majelis Hakim secara lengkap adalah lebih baik dan lebih sempurna.[4]

  1. Pengukuran dalam pemeriksaan setempat.

Dalam angka 2 SEMA Nomor 7 Tahun 2001 disebutkan bahwa “Apabila dipandang perlu dan atas persetujuan para pihak yang berperkara dapat pula dilakukan Pengukuran dan Pembuatan Gambar Situasi Tanah/Obyek Perkara yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertahanan Nasional setempat dengan biaya yang disepakati oleh kedua belah pihak, apakah akan ditanggung oleh Penggugat atau dibiayai bersama dengan Tergugat;”

Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila dipandang perlu untuk memastikan luas dan batas-batas objek sengketa yang dilakukan pemeriksaan setempat tersebut maka pada saat pemeriksaan setempat dilakukan pengukuran oleh petugas yang resmi dari bagian pengukuran pada kantor badan pertanahan nasional setempat. Hal ini bisa jadi disebabkan karena keterangan pihak penggugat dengan pihak tergugat berbeda mengenai luas objek yang disengketakan tersebut, disampaing itu karena memang belum pernah ada pengukuran secara resmi yang dilakukan sebelum objek sengketa tersebut disengketakan. Hasil pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional setempat inilah yang kelak dipertimbangkan oleh majelis hakim sebagai bukti surat outentik mengenai luas dan batas-batas objek sengketa yang diperoleh dalam pemeriksaan setempat.

  1. Pengamanan Pemeriksaan setempat

Perlu tidaknya pengamanan dalam pemeriksaan setempat diserahkan oleh Majelis Hakim, tentu Majelis Hakim yang mengetahui situasi dan kondisi keamanan di sekitar lokasi objek sengketa, jika kondisi tidak aman, maka perlu meminta bantuan Polisi.

  1. Biaya pemeriksaan setempat

Pemeriksaan setempat yang berkenaan dengan perkara Harta Bersama yang berupa benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak biayanya dibebankan kepada Penggugat karena sengketa perkara Harta Bersama merupakan bagian dari Perkawinan, tanpa melihat nisiatif pemeriksaan setempat apakah dari para pihak atau dari perintah Hakim, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1),Undang-Undang. No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2006 dan telah diubah terakhir dengan Undang-Undang. No.50 Tahun 2009 “Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada Penggugat atau Pemohon”, dan berdasarkan Pasal 90 ayat (1) huruf c dalam undang-undang tersebut diuraikan sebagai berikut :”Biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89, meliputi :

  1. biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk itu;
  2. biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu ;
  3. biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan oleh Pengadilan dalam perkara itu;
  4. biaya pemanggilan pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu ;

Biaya Pemeriksaan setempat dalam perkara non perceraian seperti perkara Waris atau perkara Ekonomi syariah, ditanggung pihak yang kalah. Biaya pemeriksaan setempat untuk sementara dibayar oleh pihak penginisiatif, kemudian apabila perkara telah putus, biaya pemeriksaan setempat dibebankan kepada pihak yang kalah. Jika para pihak yang diperintah oleh Hakim untuk membayar biaya pemeriksaan setempat, tetapi mereka tidak mau membayar maka pemeriksaan setempat tidak perlu dilakukan sesuai Pasal 160 HIR ayat (2)/ 187 ayat (2) R.Bg. dan tentu resikonya ada pada pihak yang tidak melaksanakan perintah Hakim dalam putusan Hakim nantinya.

  1. 6.Nilai Kekuatan Pembuktian Hasil Pemeriksaan Setempat.

Hal yang tidak kalah penting mengenai pembahasan sidang pemeriksaan setempat adalah tentang hasil Pemeriksaan Setempat (PS) apakah dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim? jawabannya tentu saja dapat. Dalam beberapa yurisprudensi yakni Putusan MA No. 1497 K/sip/1983, MA 3197 K/ Sip/1983, Putusan MA 1777 K/Sip/1983 hasil Pemeriksaan Setempat dapat menjadi patokan hakim dalam menentukan luas, letak dan batas objek perkara. Namun pertanyaannya, hasil Pemeriksaan Setempat seperti apa yang dapat digunakan untuk itu? Apakah hasil Pemeriksaan Setempat yang dilaksanakan dengan cara menanyai para pihak atau kuasanya yang dimuat di dalam Berita Acara Sidang Pemeriksaan Setempat dapat menjadi patokan?

Hal ini harus dikembalikan kepada asas pembuktian dalam hukum acara perdata, yakni asas pembuktian postif yang mencari kebenaran formiil. Pada intinya kebenaran formiil mencari kebenaran yang diperoleh dari alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 Rbg dan Pasal 1866 KUHPerdata, (berbeda dengan kebenaran materiil dalam acara pidana diperoleh dari alat bukti yang sah ditambah keyakinan hakim). Lantas apa saja alat bukti yang sah dalam hukum acara perdata ? Menurut Yahya Harahap[5] , ditegaskan bahwa nilai kekuatan pembuktian terhadap alat bukti ada 4 yaitu bebas, mengikat, sempurna dan menentukan (memaksa). Alat bukti surat outentik atau di bawah tangan mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna. Alat bukti saksi dan ahli mempunyai nilai pembuktian yang bebas. Alat bukti pengakuan mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat, sempurna dan menentukan. Alat bukti perasangkaan undang-undang mempunyai nilai pembuktian mengikat, sempurna dan menentukan. Alat bukti persangkaan fakta mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas. Dan Alat bukti sumpah mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat, sempurna dan menentukan.

Berdasarkan penegasan tersebut di atas adalah alat bukti yang sah dalam hukum acara perdata diatur dalam Pasal 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW. Terhadap itu semua sudah diatur juga masing-masing kekuatan pembuktiannya. Hemat penulis sebuah alat bukti yang sah akan memiliki kekuatan pembuktian, dimana karena kekuatan pembuktian tersebut hakim terikat untuk mempertimbangkan atau tidak sebuah alat bukti. Selama Pemeriksaan Setempat dilaksanakan dengan cara melibatkan alat bukti yang sah, maka fakta atau keterangan yang diperoleh akan memiliki kekuatan pembuktian. Oleh karena itu fakta atau keterangan Pemeriksaan Setempat tersebut menjadi alat bukti yang sah dan valid untuk digunakan dalam pertimbangan putusan.

Sementara terdapat pemahaman yang berbeda, bukan fakta atau atau keterangan pemeriksaan setempat yang dimaksud tersebut di atas sebagai alat bukti, melainkan Pemeriksaan Setempat itulah dengan berita acaranya yang dimasukkan sebagai alat bukti.[6] Pendapat inilah yang menyatakan bahwa Pemeriksaan Setempat merupakan alat bukti yang sejajar dengan 5 alat bukti yang secara jelas diataur dalam undang-undang yaitu Pasal 164 HIR, Pasal 284 Rbg atau Pasal 1866 KUHPerdata, sebagaimana dianut oleh Sudikno Mertokusumo.[7]

Pemahaman tersebut terus berkembang dikalangan hakim peradilan agama yaitu mengenai Pemeriksaan Setempat sebagai salah satu alat bukti. Sehingga banyak putusan Peradilan agama dari tingkat pertama maupun banding yang memuat pertimbangannya bahwa pemeriksaan setempat sebagai alat bukti. Hal ini berbeda dengan yang dimaksud oleh penulis di atas, dimana yang penulis maksud adalah keterangan atau fakta yang diperoleh dari Pemeriksaan Setempat lah yang menjadi alat bukti, bukan kegiatan Pemeriksaan Setempat itu sendiri. Pandangan yang menyatakan bahwa pemeriksaan setempat merupakan suatu alat bukti sebenarnya sudah dibantah baik berdasarkan SEMA Nomor 5 Tahun 1999 maupun oleh Yahya Harahap, yang menyatakan Pemeriksaan Setempat bukan alat bukti dan tidak memiliki kekuatan pembuktian, karena Pemeriksaan Setempat adalah metode pemeriksaan. Dengan demikian jika dalam sidang pemeriksaan setempat objek yang disengketakan tidak diketemukan atau tidak jelas berdasarkan keterangan saksi saksi, bukti surat atau persangkaan fakta, maka majlis hakim mengambil keputusannya dengan mendasarkan kepada bukti keterangan saksi atau bukti surat atau bukti persangkaan yang didapat pada saat persidangan pemeriksaan setempat, bukan kepada bukti Pemeriksaan Setempat, sebab pemeriksaan setempat itu merupakan metode pemeriksaan bukan alat bukti.

KESIMPULAN

  1. Pemeriksaan Setempat lebih baik dilaksanakan oleh Majelis Hakim secara lengkap, tidak perlu menugaskan salah satu Hakim untuk melaksanakan pemeriksaan setempat, oleh karena tidak ada penugasan maka tidak diperlukan Putusan Sela, esensi Putusan Sela adalah suatu perintah dari Ketua Majelis kepada salah satu Hakim untuk melaksanakan pemeriksaan setempat. Dengan demikian Putusan Sela bisa dikeluarkan apabila Ketua Majlis menugaskan salah satu Hakim untuk melaksanakan sidang pemeriksaan setempat.
  2. Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) dilaksanakan setelah pemeriksaan perkara sudah masuk tahap pembuktian. Sidang ini sebagai bagian untuk menemukan alat bukti, apakah bukti keterangan saksi, saksi ahli, bukti surat (misalnya hasil pengukuran) atau bukti keyakinan hakim yang telah memeriksa langsung di lapangan. Dengan demikian yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian adalah alat-alat bukti yang ditemukan di dalam proses persidangan pemeriksaan setempat, bukan pemeriksaan setempat itu sendiri yang dinilai kekuatan pembuktiannya.
  3. Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) bertujuan Untuk mengetahui dengan jelas dan pasti tentang objek sengketa dari letak, luas, batas-batas serta dari kualitas dan kuantitas objek dimaksud. Untuk mencocokan bukti yang tertulis di persidangan dengan kondisi di tempat objek sengketa dan Untuk menghindari kesulitan ketika mengeksekusi objek sengketa, jangan sampai dinyatakan non executable atau tidak dapat dieksekusi
  4. Biaya Perkara Pemeriksaan Setempat, termasuk di dalamnya biaya pengamanan dan biaya pengukuran dapat ditentukan berdasarkan jenis perkara maupun pihak yang menginisiasi permohonan pemeriksaan setempat tersebut. Sengketa perkara yang merupakan bagian atau bidang Perkawinan termasuk sengketa Harta Bersama biaya sengketa mutlak dibebankan kepada Pihak Penggugat tanpa melihat siapa yang berinisiatif untuk memohon dilaksanakan pemeriksaan setempat, sedangkan sengketa perkara yang bukan termasuk Perkawinan seperti perkara waris atau Ekonomi Syariah dan lainnya sebelum dilaksanaka pemeriksaan setempat biaya pemeriksaan setempat dibebankan kepada Penggugat, dan atau Penginisiatif yang nantinya akan dibebankan kepada pihak yang kalah di dalam putusan akhir..
  5. Ada dua pendapat para ahli mengenai Pemeriksaan Setempat. Pendapat pertama menyatakan Pemeriksaan Setempat merupakan alat bukti yang nilai kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim. Pendapat kedua menyatakan bahwa Pemeriksaan setempat tidak termasuk sebagai kategori alat bukti, ia merupakan alat atau metode pemeriksaan untuk mendapatkan alat bukti. Hasil yang diperoleh dalam pemeriksaan setempat berupa alat bukti yang sah, inilah yang dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan oleh majlis hakim.

 


[1] Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung.

[2] Sudikno M. SH. Hukum Acara Perdata Indonesia, Univ. Atmajaya, Yogyakarta, 2010, h. 266.

[3] H. Sarwohadi, Artikel Sekitar Pemeriksaan Setempat dan Permaslahannya, Badilag.net. edisi 27 Maret 2015.

[4] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika,Jakarta, hal 784.

[5] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Bandung:2010, halaman 545

[6] Sudikno MertoKusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982.

[7] Sudikno Mertokusuma, menyebutkan secara eumeratif dan berurutan kelima alat bukti sebagaimana disebutkan Pasal 264 HIR, Pasal 284 Rbg dan Pasal 1866 KUHPerdata, dengan tambahan urutan keenam dan ketujuhnya ialah pemeriksaan setempat dan keterangan ahli.

Β 

Β 

Β 

Β 

=

IKM & IPAK 2024

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Β 

Backup of ALUR BERPERKARA kecil

Β 
Β Β Β Β 

WhatsApp Image 2022 11 10 at 08.41.012 Β  Β  WhatsApp Image 2022 11 10 at 08.41.013

Video PA Tanjungkarang

Hubungi Kami

PA TANJUNG KARANG

 

Jalan Untung Suropati No. 2, Kampung Baru, Kedaton

Kota Bandar Lampung,  Provinsi Lampung.

Telepon  :  +62 721 708629

Faksmile :  +62 721 705501

Email :   Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Instagram : patanjungkarang

Facebook : PA TanjungKarang